Pentingnya sikap dalam menghadapi musibah dalam kajian ilmiah pada tanggal 20 Ramadhan 1445 H menjelang berbuka puasa bersama Ustadz Muhammad Aminuddin, Lc حافظه الله
Tantangan Musibah dan Maknanya:
Musibah adalah ujian yang pasti akan kita hadapi dalam hidup. Dalam Al Baqarah ayat 155-157, Allah mengajarkan bahwa bersabar dalam menghadapi musibah lebih bermanfaat daripada musibah itu sendiri. Ketika ditimpa musibah, kita sebagai hamba harus mengucapkan Innalilahi wainna ilaihi rajiun, menyadari bahwa segala sesuatu milik Allah, dan bersabar atau bahkan bersyukur atas ujian yang diberikan.
Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah: 155-157)
Manfaat Bersabar dalam Musibah yaitu Mendapat Shalawat dari Allah. Ketika kita bersabar dalam menghadapi musibah, Allah memberikan pahala yang besar, kasih sayang-Nya, dan membuka pintu hidayah untuk kita.
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata, “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji? Sungguh, Kami benar-benar telah menguji orang-orang sebelum mereka. Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui para pendusta. (QS. Al Ankabut: 2-3)
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. (QS. Al Baqarah: 214)
Semakin kritis ujian seseorang, semakin pasti pertolongan Allah pasti akan datang.
Ketika kita merenungkan musibah, kita akan menemukan banyak hikmah dan keuntungan di baliknya bagi seorang hamba:
1. Musibah adalah tanda Allah menghendaki kebaikan bagi kita. Saat kita menghadapi kesulitan, doa kita seringkali menjadi lebih tulus dan mendalam. Jika kita terus diberi kemudahan, mungkin kita akan cenderung lalai dalam beribadah. Sebagaimana yang Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah bersabda, “Siapa yang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, Dia akan memberinya musibah.”
2. Dalam setiap kesulitan, kita akan terus mendapatkan pahala atas amal kebaikan yang telah kita lakukan. Meskipun terhalang oleh kesulitan, Allah tetap akan memberikan pahalanya kepada kita. Sebagai contoh, jika biasanya kita rutin membaca Al-Quran, namun suatu saat kita sakit tenggorokan, Allah tetap akan memberikan pahala kepada kita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila seorang hamba sakit atau bepergian (safar), dicatat (amalannya) seperti apa yang dikerjakannya ketika dia bermukim dan sehat’” (HR Bukhari).
Hal ini seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk tetap melakukan kebaikan, baik dalam kesenangan maupun kesulitan, agar kita tetap dapat meraih pahala yang sama meskipun dalam kondisi yang berbeda.
Allah tidak pernah memiliki perhitungan yang sama dengan manusia. Seringkali kita cenderung memikirkan balasan atas setiap kebaikan yang kita lakukan. Namun, kita harus menyadari bahwa Allah memiliki rencana dan hikmah-Nya sendiri dalam memberikan balasan atas amal perbuatan kita. Sebagai hamba, tugas kita adalah melakukan kebaikan tanpa mengharapkan imbalan yang pasti, karena Allah Maha Mengetahui dan Maha Adil dalam memberikan balasan.
3. Allah menginginkan menggantikan musibah dengan sesuatu yang lebih baik bagi hamba-Nya. Ketika seseorang mengalami musibah, Allah berpotensi menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.
Sebagaimana dikatakan dalam hadits yang dinukil dari buku Fiqih Doa dan Dzikir Jilid 2 karya Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al Badr, dari Ummu Salamah r.a., ia berkata telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
مَا مِنْ عَبْدِ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أَجُرْنِي في مُصِيبَنِي وَأَخْلِفْ لي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
Artinya: “Tidaklah seorang hamba ditimpa suatu musibah lalu mengucapkan, ‘Sungguh kita milik Allah dan sungguh kita akan kembali kepada-Nya, Ya Allah, berilah ganjaran untukku pada musibahku, dan gantikan untukku sesuatu yang lebih baik darinya,’ melainkan Allah akan memberikan pahala pada musibahnya dan menggantikan untuknya sesuatu yang lebih baik darinya.” (HR Imam Muslim).Ummu Salamah juga berkata, “Ketika Abu Salamah (suaminya) wafat, aku pun mengucapkan seperti yang diperintahkan Rasulullah padaku, maka Allah menggantikan untukku yang lebih baik darinya, yaitu Rasulullah.” (HR Muslim).
4. Ketika seseorang bersabar dalam menghadapi musibah, Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Dengan sikap sabar yang tidak disertai dengan kesedihan, dosa-dosa seseorang dapat dihapuskan.
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, mereka mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya “Tidaklah seorang mukmin tertimpa suatu musibah berupa rasa sakit (yang tidak kunjung sembuh), rasa capek, rasa sakit, rasa sedih, dan kekhawatiran yang menerpa melainkan dosa-dosanya akan diampuni” (HR. Muslim no. 2573).
5. Ujian yang diberikan oleh Allah merupakan cara untuk mengangkat derajat seseorang. Seperti dalam kehidupan dunia yang mengharuskan seseorang untuk melewati ujian guna mencapai tingkat atau jabatan tertentu, Allah juga memberikan ujian kepada hamba-Nya untuk meningkatkan derajatnya. Jika Allah menginginkan seseorang mencapai derajat tertentu namun amalannya tidak mencukupi, maka ujian-lah yang diberikan-Nya.
“Sesungguhnya seorang hamba ketika didahului kedudukan di sisi Allah, dimana amalannya tidak sampai (kepadaNya), maka Allah akan mengujinya di badan atau harta atau anaknya” (HR. Abu Dawud, (3090) dinyatakan shoheh Albany dalam ‘Silsilah Shohehah, no. 2599.)
“Tidaklah seorang mukmin terkena duri dan lebih dari itu melainkan Allah akan mengangkat derajat dengannya. Atau dihapuskan kesalahannya dengannya.” (HR. Bukhori, (5641) dan Muslim, (2573)).
6. Musibah juga dapat menjadi peluang bagi orang lain untuk mendapatkan pahala. Ketika seseorang membantu sesama yang sedang mengalami kesulitan, Allah akan memudahkan kesulitan tersebut bagi mereka di hari kiamat. Ini sejalan dengan ajaran Rasulullah, bahwa siapa pun yang membantu seorang mukmin dalam kesulitan dunia, Allah akan memudahkan kesulitannya di akhirat. Allah memudahkan urusan di dunia dan akhirat bagi hamba-Nya. Selain itu, bagi mereka yang menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aib mereka di hari kiamat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat.
Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat.
Siapa yang menutupi seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat.
Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong saudaranya.
Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga.
Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah untuk membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk disisi-Nya. Siapa yang lambat amalnya, maka bagusnya nasab tidak dapat mengejar ketertinggalan amal.” (HR. Muslim, no. 2699)
7. Ujian yang dialami seseorang juga bisa menjadi hukuman dari Allah. Sebagaimana yang disampaikan dalam hadis, jika Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang, maka hukuman dapat diberikan di dunia ini. Hukuman di dunia ini, meskipun terasa berat, jauh lebih ringan daripada siksaan yang akan diterima di akhirat nanti. Jika seseorang dihukum di dunia ini, sebenarnya hal tersebut merupakan rahmat dari Allah, karena siksaan di akhirat jauh lebih pedih, berat, dan berkepanjangan. Oleh karena itu, wahai orang-orang yang sedang diuji dengan musibah, bersabarlah…
Demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya pada ayat-ayat Tuhannya. Sungguh, azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. (QS. Taha: 127)
Cara seseorang menyikapi musibah dapat menjadi cerminan karakter dan keimanan mereka:
1. Reaksi Marah (Tidak Ridho): Mereka yang marah dan tidak ridho terhadap keputusan Allah berisiko mengalami kerusakan dalam keimanan. Reaksi ini bisa mengarah pada kekufuran. Orang seperti ini cenderung merasa tenang saat mendapatkan kebahagiaan, tetapi berpaling saat diuji. Hal ini merupakan kerugian di dunia dan akhirat.
Di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi (tidak dengan penuh keyakinan). Jika memperoleh kebaikan, dia pun tenang. Akan tetapi, jika ditimpa suatu cobaan, dia berbalik ke belakang (kembali kufur). Dia merugi di dunia dan akhirat. Itulah kerugian yang nyata. (QS. (Al Hajj: 11)
2. Minimal Bersabar: Sabar adalah tindakan minimal yang dapat dilakukan saat diuji. Bersabar adalah kewajiban, dan sebagai orang beriman, kita diminta untuk bersabar. Sabar tidak selalu mudah, namun itu berarti menahan pikiran, lisan, dan anggota tubuh dari hal-hal yang tidak diinginkan oleh Allah.
Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga di perbatasan (negerimu), dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (QS. Ali ‘Imran: 200)
3. Ridho terhadap Musibah: Stabilnya keimanan seseorang tercermin dalam ridho terhadap musibah. Mereka yang ridho dengan takdir Allah, baik dalam keadaan suka maupun duka, memiliki derajat yang tinggi. Ridho ini membawa keberkahan dalam segala hal yang diberikan Allah.
Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS At-Tagabun: 11)
4. Bersyukur: Orang yang bersyukur dalam cobaan malah mendapat keberkahan. Contohnya, saat usahanya terbakar, dia bersyukur kepada Allah dan tetap mengucapkan, “Alhamdulillah ala kulli hal”
Kesimpulan:
Musibah adalah bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari. Sikap yang baik dalam menghadapi musibah, seperti bersabar, ridho, dan bersyukur, akan membawa banyak manfaat bagi kita. Melalui musibah, kita belajar untuk lebih dekat kepada Allah dan menguatkan iman kita. Dalam menghadapi musibah, kita hanya bisa berikhtiar, bersabar, dan berdoa.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (HR. Muslim)
Semoga catatan kajian ini bermanfaat, dan semoga Allah menjadikan setiap ilmu kita bermanfaat dan memudahkan kita semua untuk dapat mengamalkan kebaikan. Aamiin. Barakallahu Fiikum.