Alhamdulillah, perjalanan ke Madinah berjalan lancar. Tepat pukul 04.17 pagi, kami tiba di Hotel Al Ritz Al Madinah dan langsung check-in.
Karena hotel sudah dipesan sejak tanggal 25 Februari, kami bisa langsung masuk kamar tanpa harus menunggu. Rasa lelah setelah perjalanan cukup terasa, tapi semangat untuk segera menunaikan shalat Subuh di Masjid Nabawi mengalahkan segalanya. Setelah berbersih kilat, kami segera bergegas menuju masjid yang selalu dirindukan ini.
Hari Pertama di Madinah: Menikmati Suasana Masjid Nabawi & Kunjungan ke Museum As Safiyyah
Setelah shalat Subuh yang begitu khusyuk di Masjid Nabawi, kembali ke hotel dan saya menyempatkan diri menyelesaikan urusan gaji tim agar tidak terburu-buru di kemudian hari. Udara pagi di Madinah begitu sejuk, berpadu dengan kedamaian suasana masjid yang penuh dengan jemaah dari berbagai penjuru dunia. Sekitar pukul 08.47, rasa lapar mulai terasa. Alhamdulillah, sahabat owner dari Humaira Baby Shop membawakan abon ayam pedes dan sapi, mamah juga membekali kami dengan tempe orek serta teri kacang.
Bahkan sebelum berangkat, saya sempat mengungkep ayam, sehingga menu pertama kami di Madinah terasa begitu istimewa meski sederhana. Makanan ini bukan sekadar mengenyangkan, tetapi juga penuh berkah dan kehangatan dari keluarga yang selalu mendukung perjalanan hidup kami.
Malam harinya, selepas shalat Isya, kami bersama rombongan komunitas Umrah Mandiri pergi ke Museum As Safiyyah. Kami menaiki buggy car yang tarifnya 10 riyal per orang, menambah pengalaman unik di perjalanan.
Tiket masuk museum seharga 15 riyal per orang terasa sangat sepadan dengan apa yang kami dapatkan di dalamnya.
Museum ini menghadirkan visual penciptaan alam semesta, fase kehidupan manusia, sejarah para nabi, hingga gambaran akhir zaman dan hari kiamat. Setiap ruangan menyajikan pemandangan yang menggugah hati, seakan mengingatkan betul betapa kecilnya kita di hadapan kebesaran Allah.
Museum As Safiyyah, yang terletak di dekat pintu gerbang 303 Masjid Nabawi, Madinah. Lokasinya yang strategis memungkinkan pengunjung untuk menikmati kunjungan ke museum ini.
Museum dan Taman As-Safiyyah menghadirkan perpaduan sempurna antara wisata budaya, edukasi, dan hiburan yang menarik. Dengan berbagai elemen inovatif yang ditawarkan, museum ini memperkaya pengalaman pengunjung, menjadikan perjalanan ke Kota Madinah semakin berkesan.
Museum ini juga menyimpan koleksi artefak berharga, termasuk fosil dan bebatuan dari zaman purba. Selain itu, pengunjung dapat melihat replika manuskrip Al-Qur’an pertama yang ditulis pada masa Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.
Selama 35 menit berada di dalam museum, saya merasa mendapatkan banyak pelajaran berharga, Alhamdulillāhi alladzī bini‘matihi tatimmuṣ-ṣāliḥāt.
Kami tiba di hotel sekitar pukul 23.30 malam untuk beristirahat. Besoknya, saya sudah terjadwal untuk masuk ke Raudhah, tempat yang sangat diidamkan oleh setiap Muslim yang berkunjung ke Madinah.
Hari Kedua: Kunjungan ke Raudhah, Masjid Quba dan Universitas Islam Madinah
Pada tanggal 27 Februari pukul 05.00 pagi, saya berjalan menuju pintu gerbang 362. Setelah shalat subuh, diarahkan untuk mengantre masuk ke Raudhah dengan melakukan scan barcode melalui aplikasi Nusuk di depan pintu 37.
Seperti biasa, kami diberikan plastik untuk menyimpan sandal atau sepatu.
Alhamdulillah, kali ini masuk ke Raudhah terasa begitu lancar dan kondusif, sesuatu yang sangat saya syukuri.
Apa Itu Raudhah?
Raudhah adalah area di antara mimbar dan rumah Rasulullah yang disebut sebagai “Taman Surga.”
Dari Abu Hurairah, ia berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Antara rumahku dan mimbarku adalah di antara taman surga.” (HR. Bukhari no. 1196 dan Muslim no. 1391)
Doa yang dipanjatkan di sini insyaAllah mustajab. Tanda khas Raudhah adalah tiang-tiangnya yang memiliki warna emas.
Di dalam Raudhah, kita dapat melaksanakan shalat dan berdoa dengan penuh khusyuk. Hati terasa tenteram, seolah ingin berlama-lama di tempat yang penuh berkah ini, memohon ampunan atas dosa-dosa serta memanjatkan doa untuk kebaikan di dunia dan akhirat. Semoga Allah mengabulkan semua doa saya dan doa seluruh umat Muslim. Aamiin.
Sekitar pukul 07.00 pagi, saya sudah kembali ke hotel. Setelah itu, kami memasak makanan sederhana. Menu hari ini adalah sop, bakwan, dan rendang yang kami bawa dari Indonesia. Rasa hangat masakan rumah membuat suasana semakin nyaman dan menyenangkan.
Sore harinya, kami berangkat menuju Masjid Quba bersama Ustadz Bagas Afef, seorang mahasiswa Universitas Islam Madinah yang lahir pada tahun 1998. Beliau adalah sosok muda yang penuh semangat dalam menuntut ilmu, sudah berkeluarga, dan memiliki dua anak, masyaAllah. Barakallahu fiikum.
Kami pergi ke Masjid Quba dengan berwudhu dari hotel, karena Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang bersuci di rumahnya kemudian mendatangi Masjid Quba dan shalat di dalamnya, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala umrah.” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi)
Sepanjang perjalanan, Ustadz Bagas mengisahkan kembali sejarah Masjid Quba, masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah setelah hijrah ke Madinah. Begitu banyak hikmah yang bisa dipetik dari kisah perjuangan Rasulullah dalam membangun peradaban Islam di tanah Madinah ini.
Kafe-kafe di sekitar Masjid Quba menghadirkan nuansa khas Timur Tengah yang semakin memperkaya pengalaman Sahabat selama di Madinah. Setelah menunaikan shalat, kami pun mampir ke KIOA, sebuah kedai kopi yang populer di kawasan ini. Harga secangkir kopi di sini berkisar 17 riyal untuk ukuran kecil dan 19 riyal untuk ukuran besar.
Lanjut ke Universitas Islam Madinah (UIM) dan kami melaksanakan shalat Maghrib di musholla perpustakaan UIM. Sayangnya, akhwat tidak diperkenankan berkeliling di dalam kampus, Jika datang dalam rombongan yang lebih besar, ada kemungkinan mendapatkan izin untuk tur hingga ke gerbang tertentu.
Universitas Islam Madinah (UIM) adalah salah satu kampus Islam ternama di dunia. Kampus ini memiliki banyak gerbang, dan proses pendaftarannya pun cukup selektif. Ba’da Isya kami kembali ke hotel dan berniat mampir ke kedai karak, namun antreannya terlalu panjang sehingga kami memutuskan untuk kembali di pagi hari.
Hari Ketiga: Perpisahan dengan Sya’ban, Menyambut Ramadhan
Alhamdulillah, pagi hari ba’da syuruq di tanggal 28 Februari, sekitar pukul 07.17, kami berhasil membeli karak tanpa harus mengantre lama.
Paratha di sini ternyata bukan sekadar roti tanpa rasa, tetapi berisi kentang dengan rasa pedas yang pas di lidah saya. Kami juga membeli shawarma dan crispy broast chicken, yang terdiri dari empat potong ayam besar plus roti. Rasanya enak dan cukup mengenyangkan!
Demikianlah pengalaman tiga hari di Madinah sebelum masuk bulan ramadhan. Perjalanan ini begitu berkesan, penuh dengan ibadah dan eksplorasi tempat-tempat bersejarah. Semoga pengalaman ini bisa menjadi inspirasi bagi yang ingin berkunjung ke Madinah. Aamiin. InsyaAllah, di artikel berikutnya saya akan membagikan cerita tentang Ramadhan awal di Madinah & Makkah. Barakallahu fiikum