Allah, dengan kasih-Nya yang tak terbatas, tidak pernah menuntut kesempurnaan dari kita atau mengharapkan kita untuk hidup tanpa dosa. Sebagai manusia, dosa adalah bagian tak terpisahkan dari keberadaan kita.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.
“Setiap anak Adam adalah bersalah dan sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat.”
(HR. At-Tirmidzi (no. 2499), Ibnu Majah (no. 4251), Ahmad (III/198), al-Hakim (IV/244), dari Anas z, dan dihasankan oleh al-Albani dalam kitab Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4391).
Namun, Allah Maha Pengampun, dan Dia menginginkan agar kita selalu merasa terdorong untuk bertaubat dan memohon ampunan-Nya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ أَنَّ اْلعِبَادَ لَمْ يُذْنِبُوْا، لَخَلَقَ اللهُ خَلْقًا يُذْنِبُونَ، ثُمَّ يَغْفِرُ لَهُمْ، وَهُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
“Seandainya para hamba tidak melakukan dosa niscaya Allah akan menciptakan makhluk lain yang melakukan dosa, kemudian Allah akan mengampuni mereka, dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
HR. Al-Hakim (IV/246), Abu Nu’aim dalam kitab al-Hilyah (VII/204), dan dishahihkan oleh al-Albani dalam kitab Sil-silah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 967).
Dengan demikian, Allah ingin kita selalu bertaubat dan memperbanyak istighfar.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,
رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ – أَوْ بَعُدَ – دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ
“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni.” [HR. Ahmad, shahih]
Ketika Nabi Adam, dalam kesalahannya, memakan buah terlarang, dia merasakan kehinaan dan penyesalan yang mendalam, lalu berdoa, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A’raf: 23).
Kesadaran akan dosanya menjadi motivasi yang kuat baginya untuk meningkatkan kebaikan dalam dirinya. Hal ini berbeda dengan sikap orang yang merasa sempurna dan mulia, yang cenderung terperangkap dalam kesombongan.
Seorang hamba tidak akan mencapai kesempurnaan dalam pengabdian kepada Allah jika merasa dirinya hebat. Sebaliknya, orang yang mampu merendahkan diri, merasa berdosa, akan lebih mendekatkan dirinya kepada kesempurnaan dalam penghambaan kepada Allah.
Tidak boleh seseorang menganggap bahwa dosanya tidak akan diampuni dan menyalahkan itu sebagai takdir Allah. Putus asa dari rahmat Allah adalah menunjukkan sikap buruk sangka terhadap-Nya, padahal Allah telah menegaskan bahwa rahmat-Nya jauh lebih besar.
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az Zumar: 53)
Allah dapat mengampuni dosa seberat apapun, seperti dalam kisah orang yang telah membunuh seratus jiwa, namun diampuni-Nya. Karena itu, kita tidak boleh putus asa meskipun dosa kita banyak, namun itu bukan alasan untuk sengaja berbuat dosa.
Dalam hidup, pertikaian antara kebaikan dan keburukan selalu ada bagi orang yang beriman. Jika keburukan telah mendominasi seseorang dan dia tetap tenang, hal ini menjadi peringatan bahwa keadaan tersebut sangat berbahaya. Namun, jika keburukan telah mendominasi seseorang dan dia merasa gelisah dan takut, ini adalah pertanda baik bahwa dia masih mempertahankan kesadaran akan kebaikan dan berusaha untuk memperbaiki diri.
Dampak dosa seringkali tidak disadari, inilah beberapa dampak hukuman yang Allah berikan akibat dosa:
1. Allah mengharamkan ilmu bagi mereka. Mereka cenderung melihat yang benar sebagai sesuatu yang salah, dan sebaliknya, mereka melihat yang salah sebagai sesuatu yang benar.
Misalnya, ketika seseorang melihat orang lain memiliki jenggot, lalu berkomentar, “Ngapain lu jenggotan?”
Perintah Nabi Agar Memelihara Jenggot yaitu dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Muslim no. 623)
Atau contoh lainnya, ketika seseorang melihat wanita lain yang memakai hijab syari no comment namun kemudian mengomentari wanita lain yang berpakaian you can see, “wah ini baru modern,”!
Dalam tingkatan dosa, penting untuk diingat agar tidak pernah membenci kebaikan, bahkan ketika belum mampu untuk mengamalkannya. Bahkan dalam diri orang yang berdosa, masih terdapat satu titik cahaya yang menunjukkan potensi untuk berubah dan memperbaiki diri.