Kajian di Masjid Al Iman Narogong mengkaji Halaman 59 dalam Kitab “The Miracle of Asmaul Husna“ bersama Ustadzah Indira Nawawi حفظه الله
العظيم = Al ‘Azhiim Artinya: Yang Maha Agung
Dua kalimat yang ringan diucapkan lisan, namun memiliki bobot berat di timbangan yang dicintai Ar-Rahman.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat dalam timbangan (amalan) dan dicintai oleh Ar-Rahman, yaitu SUBHANALLAHI WA BIHAMDIH, SUBHANALLAHIL ‘AZHIM (Maha Suci Allah, segala pujian untuk-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Mulia).” (HR. Bukhari, no. 6682 dan Muslim, no. 2694)
Pentingnya berdzikir dengan lapang dada, sambil mengingatkan agar tidak terlalu larut dalam memikirkan hal yang tidak penting. Pesan Ustadzah: amalan sunnah, seperti dzikir, memiliki kekuatan untuk menambal kekurangan dalam melaksanakan amalan wajib, terutama dalam konteks shalat yang terkadang tidak sempurna.
Perbanyaklah melaksanakan amalan-amalan sunnah seperti Umrah dan memberikan sedekah. Selain itu, jadikanlah dzikir sebagai amalan sunnah yang paling mudah dijalankan.
Tetaplah berdzikir ketika sedang mengalami masa haid, Sebelum berdoa, tingkatkan intensitas berdzikir untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ambillah teladan dari istri Rasulullah, Juwairiyah binti al-Harits, yang senantiasa mengisi waktunya dengan berdzikir.
Pentingnya pemberian sedekah yang rutin meskipun sedikit. Perlu diingat, bahwa setiap takdir kematian yang menimpa seseorang didasarkan pada sifat dan amal perbuatannya. Oleh karena itu, hindarilah kebiasaan marah-marah, atau perbuatan maksiat lainnya. Agar kita meninggal dalam keadaan baik, maka biasakan beramal kebaikan.
Jika ada keterbatasan dalam melaksanakan amalan-amalan lain seperti shalat sunnah dan sedekah, maka fokuslah pada dzikir sebagai alternatif. Orang yang sering berdzikir memiliki hati yang bergantung sepenuhnya kepada Allah, bukan terpaku pada permasalahan dunia.
Semua makhluk membutuhkan Allah. Fokus utama rezeki sejati terletak pada Agama, sementara keinginan untuk menjadi kaya menduduki urutan ke-1000, terlalu sering kita terpaku pada ambisi terakhir tersebut. Padahal, memahami ajaran agama dapat memberikan ketenangan, bahkan ketika dihadapkan pada orang-orang yang menyebalkan atau yang suka mencela.
Kejar atau tidak kejar harta, akhirnya hasilnya tetap sama. Meskipun ikhtiar penting, tetapi jangan sampai terlalu sibuk mencari materi.
Mendatangi majelis ilmu agama memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan hidup. Sebab, ketika iman hadir, kekhawatiran dan kegelisahan terhadap urusan dunia menjadi jauh lebih ringan. Pergi ke kajian bukan hanya sekadar mengisi waktu, tetapi juga sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari kecemasan yang berlebihan dan memperkukuh fondasi keimanan.
Kisah Abu Qilabah, seorang yang hidup dengan banyak kekurangan, namun tetap bersyukur dengan berdzikir, “Alhamdulillah, Alhamdulillah.” Meskipun kakinya buntung, matanya buram, dan pendengarnya kurang, Abu Qilabah sangat bersyukur.
Suatu ketika, seorang pemuda bertanya, “Apa nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu?” Abu Qilabah menjawab, “Aku bersyukur memiliki lisan untuk berdzikir dan hati yang tetap bersyukur.”
Pemuda memutar pembicaraan dan mengingatkan peristiwa yang menimpa Nabi Ayyub. Lalu pada akhirnya pemuda menceritakan kepada abu Qilabah, bahwa anaknya telah meninggal dan dimakan oleh macan, menyisakan separuh badannya. Meski dalam situasi sulit, Abu Qilabah tetap bersyukur, “Alhamdulillah ala kulli hal, innalilahi wainna ilaihi rajiun.”
Tidak lama setelah itu, Abu Qilabah meninggal dunia.
Aku berkata,”Inna lillah wa inna ilaihi roji’un.”
Besar musibahku, orang seperti ini, jika aku biarkan begitu saja, maka akan dimakan binatang buas. Dan jika aku hanya duduk, maka aku tidak bisa melakukan apa-apa. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya, dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis.
Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku: “Wahai ‘Abdullah. Ada apa denganmu? Apa yang telah terjadi?”
Akupun menceritakan kepada mereka yang telah aku alami.
Lalu mereka berkata,”Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!”
Akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata: “Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan Allah. Demi Allah, tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur”.
Aku bertanya kepada mereka: “Siapakah orang ini. Semoga Allah merahmati kalian?”
Mereka menjawab, ”Abu Qilabah al Jarmi sahabat Ibnu ‘Abbas. Dia sangat cinta kepada Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,” lalu kamipun memandikan dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolati dan menguburkannya. Setelah usai merekapun berpaling pulang, dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di daerah perbatasan.
Referensi : https://almanhaj.or.id/3761-abu-qilabah-mengajarkan-sabar-dan-syukur-kepada-allah.html
Cerita Abu Qilabah dan Nabi Ayyub. Kisah-kisah ini menjadi cerminan akan pentingnya bersyukur terhadap nikmat Allah, tanpa terkecuali dari kondisi apapun.
Jangan ragu untuk berbuat baik, namun jangan di ungkit kebaikan itu.
Amalan yang diungkit, Allah akan batalkan seluruh pahalanya. Sebagaimana hadits, “Terdapat tiga orang yang tidak diajak berbicara oleh Allah pada Hari Kiamat, tidak melihat mereka, dan tidak menyucikan mereka, dan mereka berhak mendapatkan siksa yang amat pedih; Al-Musbil (orang yang memanjangkan pakaian hingga melebihi kedua mata kaki), Al-Mannan (orang yang gemar mengungkit pemberian atau kebaikan), dan orang yang mempromosikan barang-barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR Muslim)
Ujian besar datang karena imannya besar.
Untuk bersyukur, hindarilah untuk terus-menerus memikirkan apa yang telah hilang dan berlalu. Fokuskan pikiran pada apa yang masih tersisa dan dimiliki saat ini.
Ustadzah Indira mengajarkan bahwa dalam mengejar rezeki, hendaknya agama senantiasa ditempatkan di garis depan. Mengejar sukses dunia bukanlah akhir dari segalanya, melainkan menjadikan agama sebagai pondasi utama. Sebuah pesan untuk lebih menfokuskan hidup pada nilai-nilai kehidupan akhirat.
Alhamdulillah ala kulli hal, ungkapan syukur ini harus tertanam dalam diri agar tidak terjerumus dalam kegilaan dunia.
Cintai ilmu agama, hindari kecintaan berlebihan pada dunia.
Mengapa malas belajar agama? Karena terlalu mendambakan dunia. Padahal, mendapatkan dunia yang diinginkan pun belum tentu tercapai. Merugikan!
Perbaikilah sisa umur dengan menjalani hidup yang bermakna, Jangan sampai meninggal tanpa mengenal Allah!
Jika terbangun di malam hari, manfaatkan dengan berdzikir dan berdoa. Doa yang baik, minta agar bisa masuk surga tanpa hisab.
DOA MASUK MASJID
أَعُوْذُ بِاللَّهِ الْعَظِيْمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، (بِسْمِ اللَّهِ، وَالصَّلاَةُ) (وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ) اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
A’uudzu billaahil ‘azhiim, wa biwajhihil kariim, wa sulthoonihil qodiim, minasy-syaithoonir-rojiim, (bismillaah, wash-sholaaatu) (was-salaamu ‘alaa rosuulillaah) allaahummaftah lii abwaaba rohmatik.
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dengan wajah-Nya Yang Mulia dan kekuasaan-Nya yang abadi, dari setan yang terkutuk. Dengan nama Allah dan semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Rasulullah Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.”
atau cukup
اللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
Alloohummaftahlii abwaaba rohmatik
Artinya: “Ya Allah bukakanlah untukku pintu rahmat-Mu”.
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ
Fa sabbiḥ bismi rabbikal-‘aẓīm(i).
Maka, bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahaagung. (QS. Al Waqiah: 96)
Nabi juga memerintahkan umatnya untuk bertasbih dalam shalat saat gerakan ruku’ dengan bacaan SUBHAANA RABBIYAL ‘ADZIIMI
Amal pertama yang dihisab adalah SHALAT! Maka, perlu belajar dengan sungguh-sungguh mengenai FIQIH SHALAT! dan Mohon ampun atas dosa-dosa masa lalu dan yang akan datang.
Berdasarkan analogi, disunnahkan untuk berdoa dengan menyebut nama Allah yang Maha Agung, terutama dalam keadaan lemah dan sakit. Ingatlah, tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Yang Maha Agung (HR. Bukhari 6345).
Itulah karunia Allah yang dianugerahkan kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah memiliki karunia yang besar. (QS. Al Jumuah: 4)
Jika Allah memberikan nikmat luar biasa kepada kita, maka tugas kita adalah mengagungkan-Nya lebih banyak. Salah satu caranya adalah dengan memperbanyak shalat sunnah, memperbanyak rukuk dan dzikir.
Ingatlah, karunia terbesar yang Allah berikan kepada kita adalah IMAN, sementara karunia paling ringan adalah DUNIA.
Harta yang melimpah yang kita miliki bukanlah semata-mata rezeki. Semua itu adalah karunia dari Allah. Rezeki sejati adalah apa yang masuk dan keluar, yang di manfaatkan dengan baik. Oleh karena itu, perlakukan harta dengan bijak.
Untuk menjadikan karunia sebagai rezeki yang berkah, caranya adalah dengan berinfaq di jalan Allah. Gunakan harta untuk ibadah, seperti umrah dan haji, serta ajak keluarga dan saudara untuk ikut serta.
Allah tidak meninggalkan hamba-Nya begitu saja. Kita diperintah oleh-Nya untuk mencari rezeki dengan cara yang halal dan berkah.
Rezeki yang paling luas adalah pemahaman agama. Ini merupakan warisan terbesar yang kita dapatkan dari Nabi. Seperti yang dikatakan Abu Hurairah, ajaklah orang untuk mengejar warisan ilmu yang diajarkan oleh Rasulullah. Rasulullah tidak meninggalkan warisan berupa harta, tapi ilmu. Oleh karena itu, bagi yang mencintai warisan Rasulullah, carilah ilmu.
Dari kajian ini, terlihat bahwa cinta ilmu agama lebih bernilai daripada cinta dunia. Mengajak kita untuk tidak terjebak dalam hiruk-pikuk kesibukan dunia. Kajian untuk lebih mendalami ilmu agama, mencari hikmah di setiap kajian, dan mengartikan kehidupan ini sebagai perjalanan menuju kebahagiaan sejati. Barakallahu fiikum.
Buku The Miracle of Asmaul Husna beli disini