Cara berpikir seseorang sangat berpengaruh terhadap tingkat kebahagiaannya. Penting bagi kita untuk fokus pada nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita dan tidak terlalu memikirkan hal-hal yang kurang. Setiap orang memiliki nikmat yang diberikan Allah, namun seringkali seseorang merasa tidak bahagia karena membandingkan dirinya dengan orang lain, terutama dengan yang di atasnya.
Dalam kajian yang diadakan di Hotel Makkah, Ustadz Luthfi mengangkat tema penting tentang sifat-sifat yang menyebabkan kebahagiaan. Ada tiga sifat yang menjadi kunci utama untuk mencapai kebahagiaan sejati: sehat, aman, dan adanya kecukupan makanan setiap harinya.
Dari ’Ubaidillah bin Mihshan Al Anshary dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).
Kehidupan ini seperti sebuah perpaduan rasa, ada pahit, manis, dan asin. Tugas kita adalah menikmati setiap rasa yang ada dan bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. Misalnya, ketika kita makan rujak, sebaiknya kita nikmati rujak tersebut dengan sepenuh hati dan tidak memikirkan makanan lain seperti pizza.
Dalam kajian tersebut, Ustadz Luthfi juga menekankan pentingnya menyederhanakan angan-angan agar kita dapat lebih mudah meraih kebahagiaan.
Jangan berpikir, “Seandainya saya memiliki tiga rumah dan sepuluh mobil, rasanya pasti menyenangkan.” Tapi coba seperti ini “Mendapatkan badan yang sehat, perut kenyang, dan tanpa kekurangan adalah anugerah yang tiada tara.”
Sebagai contoh lagi mengapa kita memakai handphone? Tentu untuk keperluan seperti SMS, WhatsApp, mengambil foto, dan lain sebagainya. Tidak perlu menginginkan memiliki iPhone 15 Pro atau tipe hp terbaru & mahal.
Banyak orang yang sibuk dengan memikirkan hal-hal yang mereka inginkan, namun melupakan apa yang sudah mereka miliki. Nikmat yang paling besar adalah nikmat iman, yang hanya diberikan Allah kepada orang-orang yang dicintainya.
Ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Seandainya dia menuruti (kemauan)-mu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Akan tetapi, Allah menjadikanmu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu serta menjadikanmu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan kebenaran. (QS. Al Hujurat: 7)
Nikmat yang paling tinggi adalah surga, sebuah janji yang tertinggi bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah.
❌ Sebuah iman yang hanya terbatas pada Kartu Tanda Penduduk (KTP), yang tidak diikuti dengan ketaatan dalam menjalankan ibadah seperti shalat dan puasa, tidak mencerminkan iman yang sejati.
✔️ Iman yang benar adalah ketika seseorang rela untuk melaksanakan kewajiban seperti shalat, dan berusaha untuk bertakwa kepada Allah. Allah akan memudahkan orang tersebut untuk melaksanakan amal sholeh.
Sifat Bahagia: Setiap manusia diberi nikmat, bijaklah melihat nikmat dan jangan hanya terfokus pada kesulitan. Mari bersyukur atas nikmat-nikmat yang Allah berikan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda, “Tidaklah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia.” (HR. Abu Dawud no. 2970, Ahmad no. 7926 dengan isnad sahih, lihat Al-Shahih no. 417)
Ketika membandingkan nikmat dunia dengan nikmat iman, maka nikmat iman tidak dapat disamakan nilainya dengan nikmat dunia. Nikmat iman memiliki kedudukan yang jauh lebih tinggi dan lebih bernilai daripada nikmat dunia.
Doa yang diajarkan Rasulullah agar terhindar dari musibah terbesar dalam kehidupan dunia:
وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِى دِينِنَا , وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا , وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا , وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
Wala taj’al mushibatana fi dinina, wal taj’aliddunya akbara hammina wa la mablagha ‘ilmina wa lusallith ‘alaina malla yarhamuna
“Janganlah Engkau jadikan musibah kami pada agama kami, dan jangan Engkau jadikan dunia sebagai impian terbesar kami, serta pengetahuan kami yang tertinggi, serta jangan engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menyayangi kami.” (HR. Tirmidzi dan An Nasa’i)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan keprihatinan yang mendalam terhadap umat Islam, menyadari bahwa banyak dari kita terlalu sibuk memikirkan harta, kedudukan, dan syahwat dunia, sehingga melupakan kehidupan akhirat. Beliau menyadari bahwa ini adalah musibah yang berat yang menimpa seorang hamba. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa kepada Allah yang menegaskan pentingnya mengutamakan akhirat daripada dunia, dan berdoa agar tidak diuji dengan orang-orang yang tidak mengasihi kita. Semoga kita dapat mengamalkan doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dalam menjalani kehidupan kita.
Musibah yang terbesar dalam kehidupan adalah ketika agama kita rusak dan amal perbuatan kita menjadi tercemar. Musibah ini merupakan jalan yang membawa kita kepada musibah yang paling besar, yaitu neraka.
Demikianlah catatan kajian yang disampaikan saat berada di Hotel Makkah, semoga menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua. InsyaAllah, akan ada lanjutan pembahasan kajian ini saat berada di Hotel Madinah. Semoga Allah senantiasa memudahkan kita dalam berbuat kebaikan dan menguatkan tekad kita untuk beramal dengan ikhlas. Semoga segala amal ibadah kita diterima oleh Allah, aamiin. Barakallahu fiikum
At Al Massa Grand Hotel, Ajyad. Makkah, 21 Sya’ban 1445 H
MaasyaaAllah, setuju sekali. Bahwa apapun keadaan kita harus disyukuri jangan sampai kita menjadi hamba yg kufur nikmat, dan jauh dari Nya. Karena bisa bernafas saja hari ini merupakan hal yang harus sangat disyukuri, karena berarti Allah masih memberi kesempatan untuk berbuat kebaikan. Baraakallahu fiik tulisannya kak sangat bermanfaat. Semoga bisa mendengarkan kajian langsung jg di Makkah madinah kelak. Aamiin allahumma aamiin