Seringkali, manusia terperangkap dalam rutinitas sehari-hari, terfokus pada urusan dunia semata seperti makan, berkeluarga, mencari rezeki, dan mengejar kenikmatan materi. Kajian yang menggugah untuk merenungi esensi keberadaan kita sebagai manusia. Ustadz Luthfi Abdul Jabbar حَفِظَهُ الل menyoroti pertanyaan mendasar, “Kenapa Allah menciptakan kita?”
Ustadz Luthfi menegaskan bahwa keberadaan kita tidaklah semata-mata untuk tujuan dunia semata. Allah menciptakan kita dengan tujuan yang lebih mulia, yaitu untuk beribadah kepada-Nya.
Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (QS. Az Zariyat: 56)
Maka, bersabarlah dengan kesabaran yang baik. Sesungguhnya mereka memandangnya (siksaan itu) jauh (mustahil terjadi), sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi). (Siksaan itu datang) pada hari (ketika) langit menjadi seperti luluhan perak, gunung-gunung menjadi seperti bulu (yang beterbangan), dan tidak ada seorang pun teman setia yang menanyakan temannya, (padahal) mereka saling melihat. Orang yang berbuat durhaka itu menginginkan sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, istrinya, saudaranya, keluarga yang melindunginya (di dunia), dan seluruh orang di bumi. Kemudian, (dia mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya ia (neraka) itu adalah api yang bergejolak yang mengelupaskan kulit kepala, yang memanggil orang yang berpaling dan menjauh (dari agama), serta mengumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya.(QS. Al Ma’arij: 5-18)
Hal ini mengingatkan kita bahwa ibadah kepada Allah adalah tujuan hakiki dari keberadaan kita sebagai manusia. Sibuknya kehidupan dunia hanya sementara, sedangkan ibadah kepada Allah adalah sibuk yang sebenarnya.
Seorang manusia tidak akan mencapai kesempurnaan di hadapan Allah kecuali dengan menjadikan-Nya sebagai satu-satunya tuhan yang disembah. Sebaliknya, perbuatan syirik akan menggugurkan segala amalan yang dilakukan.
…Seandainya mereka mempersekutukan Allah, pasti sia-sialah amal yang telah mereka kerjakan. (QS. Al An’am: 88)
Ustadz Luthfi memberikan contoh juga bahwa bekerja bukanlah ibadah jika dilakukan di tempat yang tidak diridhoi Allah. Bagaimana mungkin seseorang dapat mengatakan bahwa mereka menjalankan ibadah karena Allah, namun mereka bekerja di lingkungan yang tidak diridhoi oleh-Nya?
Penting untuk menjadikan segala aspek kehidupan, termasuk pekerjaan sehari-hari, sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam Quran, Allah mengutus rasul untuk membimbing umat manusia agar mereka mempersembahkan ibadah kepada-Nya dan menjauhi segala bentuk kesesatan. Oleh karena itu, penting untuk mengarahkan setiap tindakan, termasuk shalat, ibadah, kehidupan, dan bahkan kematian, semata-mata untuk meraih keridhaan Allah.
Allah mengutus rasul-Nya untuk membimbing umat manusia agar mengajarkan mereka beribadah kepada-Nya dan menjauhi thaghut (sesembahan selain Allah).
Sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah tagut!” Di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang ditetapkan dalam kesesatan. Maka, berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An Nahl: 36)
Dalam kajian tersebut, Ustadz Luthfi juga membagikan kiat-kiat untuk meningkatkan keikhlasan dalam beribadah, antara lain:
- Berilmu: Memahami tentang tujuan penciptaan kita, yaitu untuk mengenal dan beribadah kepada Allah.
- Meyakini dan berharap pada janji Allah akan surga sebagai ganjaran bagi orang yang beribadah dengan ikhlas.
- Menyadari bahwa selain Allah, tidak ada yang dapat memberikan manfaat atau mudharat.
- Tidak terpengaruh oleh pujian atau celaan dari manusia, karena derajat seseorang ditentukan oleh Allah.
- Memperbanyak doa kepada Allah sebagai tindakan nyata dari ikhlas dalam beribadah.
Dengan merenungkan kajian ini, semoga kita dapat lebih memahami tujuan sejati keberadaan kita sebagai manusia dan meningkatkan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah, sehingga dapat mendapatkan ridha-Nya di dunia dan akhirat. Aamiin. Barakallahu Fiikum
At Al Massa Grand Hotel, Ajyad. Makkah, 20 Sya’ban 1445 H