Setiap tindakan dan keputusan yang kita ambil bermula dari pikiran kita. Oleh karena itu, memiliki mindset yang tepat adalah hal yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal kekayaan dan kemiskinan. Artikel ini akan mengulas perspektif Islam tentang menjadi kaya atau miskin, serta bagaimana kita bisa menjadi “Juragan Dunia” dengan hati yang qonaah (merasa cukup).
Kaya atau Miskin: Takdir dari Allah
Jika Anda diberi pilihan untuk menjadi kaya atau miskin, mana yang akan Anda pilih? Tentu saja, kebanyakan dari kita akan memilih menjadi kaya. Kaya atau miskin adalah takdir dari Allah. Meskipun semua orang sepakat ingin kaya, pada kenyataannya tidak semua orang menjadi kaya dan tidak semua orang menjadi miskin. Ada yang kaya dan ada yang miskin, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya.
Keunggulan Orang Miskin
Nabi Muhammad pernah melihat surga, dan penghuni terbanyak adalah orang miskin. Dikatakan juga dalam hadits bahwa orang miskin lebih dulu masuk surga dibandingkan orang kaya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya: “Orang beriman yang miskin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya yaitu lebih dulu setengah hari yang sama dengan 500 tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4122 dan Tirmidzi no. 2353. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Keunggulan Orang Kaya
Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa sejumlah sahabat Rasulullah berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Rasulullah bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tasbih merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, mengajak pada kebaikan (makruf) adalah sedekah, melarang dari kemungkaran adalah sedekah, dan berhubungan intim dengan istri kalian adalah sedekah.” (HR. Muslim no. 1006).
Orang fakir pada masa sahabat telah mencontohkan fokus yang kuat pada pengejaran pahala, sementara orang kaya berdedikasi pada ibadah seperti shalat. Orang fakir, menghadapi keterbatasan dalam memberi sedekah. Namun, di zaman ini, banyak orang fakir lebih sering mengeluhkan kekurangan materi. Di masa lalu, baik orang kaya maupun miskin berlomba dalam kebaikan.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima keluhan dari orang-orang fakir dari kaum Muhajirin, yang mengatakan bahwa saudara-saudara mereka yang kaya meniru perbuatan baik mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa itu adalah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki.
Imam Nawawi dalam penjelasannya menyampaikan bahwa hadits tersebut menunjukkan keutamaan bagi orang kaya yang bersyukur daripada orang miskin yang sabar. Namun, dalam persoalan mana yang lebih utama antara keduanya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun, yang pasti, takwa adalah hal yang paling utama.
Dalam Islam, tidak ada larangan untuk menjadi kaya. Nabi Sulaiman adalah seorang raja yang kaya, demikian pula beberapa sahabat Nabi yang dikenal dengan kekayaan materi mereka seperti Abu Bakar, Utsman, Saad, Abdurrahman bin Auf, dan lain-lain.
Pentingnya memperhatikan bahwa kekayaan bukanlah tujuan utama, melainkan bagaimana kita menggunakan kekayaan itu untuk kebaikan, sesuai dengan ajaran Islam. Para sahabat adalah teladan yang baik dalam hal ini. Kekayaan mereka dipergunakan untuk membantu yang membutuhkan, bukan untuk kepentingan pribadi semata. Jadi, yang terpenting adalah bagaimana kita memandang dan menggunakan kekayaan dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam, dengan tidak membiarkan dunia materialisme menguasai hati kita.
Juragan Dunia Menurut Syariat
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad bersabda, “Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup (qanaah).” (HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051). Jika Anda memiliki hati yang qanaah, Anda sudah seperti raja dunia.
Imam As-Syafii rahimahullah berkata, “Jika engkau memiliki hati yang selalu qona’ah, maka sesungguhnya engkau sama seperti raja dunia.”
Kunci untuk menjadi juragan dunia adalah dengan memiliki sikap qonaah, atau merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Sebaliknya, kunci menjadi budak dunia adalah tamak, atau kelaparan yang tidak terpuaskan akan kekayaan dan harta benda.
Kunci Menjadi Juragan Dunia adalah Qonaah
Kunci Menjadi Budak Dunia adalah Tamak
Orang sering kali merasa letih dalam mengejar kekayaan dunia karena rakusnya yang luar biasa. Mereka menjadi budak dunia yang mengejar uang bahkan dengan meninggalkan kewajiban agama seperti shalat atau menghadiri kajian, atau bahkan mengabaikan keluarga. Semua ini adalah tanda-tanda tamak.
Dalam Islam, segala sesuatu yang melebihi batasnya tidaklah baik. Allah memuji orang yang bekerja keras, namun ketika waktunya untuk shalat, dia memprioritaskan shalatnya.
Budak dunia terobsesi dengan uang, kekayaan, dan segala hal duniawi lainnya. Namun, jika kita melihat contoh dari orang kaya zaman sahabat, mereka lebih berfokus pada akhirat dan niat mereka juga untuk akhirat.
Sebagaimana disampaikan dalam hadits, bagi mereka yang tujuan hidupnya adalah dunia, Allah akan menceraiberaikan urusan mereka dan menjadikan mereka hidup dalam kefakiran, sementara bagi yang tujuannya adalah akhirat, Allah akan mengumpulkan urusan mereka, menjadikan hati mereka kaya, dan dunia akan mendatangi mereka dalam keadaan hina.
Allah berfirman bahwa rezeki ada di langit, yang artinya kasih rezeki datang dari Allah. Jika kita melupakan Allah, maka rezeki yang kita dapatkan tidak akan memiliki keberkahan. Sehingga, meskipun seseorang mendapatkan banyak uang, namun tanpa berkah, tidak ada rasa puas yang didapatkan, yang akhirnya menjadi masalah.
Di langit terdapat pula (hujan yang menjadi sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu. (QS. Az Zariyat: 22)
Juragan dunia adalah mereka yang memiliki hati yang qonaah, yang merasa cukup dengan apa yang mereka miliki.
Kunci Menjadi Juragan Dunia
1.Yakinlah bahwa rezeki telah ditakdirkan oleh Allah: Tugas kita adalah berikhtiar dengan cara yang baik dan halal.
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan sahih oleh Syaikh Al Albani).
Penting untuk diingat bahwa dalam Islam, tubuh kita memiliki haknya sendiri. Sebagaimana disampaikan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Darda’, Salman memberikan nasihat bijak kepada Abu Darda’ ketika ia hendak mengerjakan shalat malam setelah bekerja keras. Salman mengingatkan bahwa Rabb kita memiliki hak, tubuh kita memiliki hak, dan keluarga kita juga memiliki hak. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memenuhi hak-hak tersebut.
Hadits ini menjadi pengingat bahwa kerja tidak boleh dilakukan secara berlebihan hingga mengabaikan hak tubuh kita, seperti istirahat yang cukup. Jika kita tidak qonaah, tidak merasa cukup dengan apa yang kita miliki, maka seberapa pun yang kita dapatkan tidak akan pernah membuat kita merasa puas atau cukup.
2. Melatih diri untuk melihat orang yang berada di bawahnya: Dalam hal harta dan dunia, lihatlah orang yang lebih susah dari kita.
Penghasilan 30 juta, ketika kita melihat orang lain dengan penghasilan 90 juta atau bahkan 200 juta, terkadang sulit untuk merasa bersyukur dengan apa yang telah kita miliki. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi petunjuk yang sangat bijak dalam hadisnya: kita seharusnya memandang ke bawah, kepada mereka yang memiliki lebih sedikit dalam hal harta dan dunia, bukan memandang ke atas. Hal ini akan membantu kita untuk lebih menghargai nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita.
Contohnya, Saat memiliki penghasilan 30 juta, kita dapat melihat orang-orang yang hanya mendapatkan beberapa ratus ribu atau bahkan hidup dalam kekurangan. Saat kita mampu merasa cukup dengan apa yang kita miliki, itulah saat kita sebenarnya merasa kaya. Sebaliknya, jika kita tidak merasa puas dan terus-menerus mengejar yang lebih besar, maka kita akan sulit untuk merasa kaya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya: “Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kita bisa mengambil contoh sederhana dari memiliki sebuah Mobil Kijang tahun 2000. Saat kita melihat teman yang naik motor atau bahkan berjalan kaki, kita merasa lebih bersyukur dengan mobil kita. Namun, ketika kita membandingkannya dengan mobil yang lebih mewah seperti Pajero atau Alphard, maka sulit bagi kita untuk merasa bersyukur.
Intinya, rahasia kekayaan sejati bukanlah dalam memiliki lebih banyak, tetapi dalam merasa cukup dengan apa yang kita miliki. Jika kita memiliki sikap qonaah, merasa cukup, itulah yang sebenarnya membuat kita merasa kaya.
3. Husnudzan kepada Allah: Apa yang ditakdirkan untuk kita adalah yang terbaik.
Allah berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216).
Hati orang-orang yang qanaah menjadi tenang dengan pemahaman bahwa meskipun mereka terus berusaha, akhir dari segala usaha itu adalah takdir Allah yang menentukan.
Kadang kita melihat bahwa orang yang hidup dengan hati yang qanaah dan bertindak dengan kejujuran kepada Allah, meskipun kerjanya standar, mereka bisa mendapatkan berkah yang melimpah. Sebaliknya, ada orang yang bekerja keras dari pagi hingga malam tanpa henti, namun hasilnya tidak membawa berkah yang diharapkan.
Persentase takwa dalam setiap usaha harus selalu lebih besar daripada upaya yang kita lakukan.
4. Setiap harta yang dimiliki akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah: Apapun yang kita lakukan, siapkan jawaban kepada Allah.
Dari Abu Barzah Al-Aslami, Nabi bersabda bahwa setiap hamba akan ditanya tentang umur, ilmu, harta, dan tubuhnya di Hari Kiamat: “Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Jika seseorang yakin rezekinya dari Allah, bersikap qanaah, husnudzan, dan sadar bahwa akan dimintai pertanggungjawaban, maka ia akan merasa cukup. Ia akan berhati-hati dalam mencari harta, menghindari yang syubhat apalagi yang haram, hanya mencari harta halal karena akan ditanya oleh Allah.
Orang yang memiliki qanaah akan merasakan nikmatnya hidup.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah mengaruniakannya sifat qana’ah (merasa puas) dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim, no. 1054).
Dari ‘Ubaidillah bin Mihshan Al Anshary, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ‘Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).
Banyaklah bersyukur dan pandailah bersyukur. Dengan begitu, kita akan menjadi juragan dunia yang tenang dan tidak menerobos aturan-aturan yang dilarang Allah.
Kesimpulan
Menjadi kaya atau miskin adalah takdir dari Allah, namun yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapinya dengan hati yang qanaah. Dengan mindset yang benar dan berpegang pada ajaran Islam, kita dapat menjadi “Juragan Dunia” yang sebenarnya. Jangan menjadi budak dunia dengan tamak, tapi jadilah juragan dunia dengan rasa cukup dan bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Barakallahu Fiikum
Jazakallahu khairan wa barakallahu fiik atas ilmu yang disampaikan dalam materi “Mindset Juragan Dunia Versi Islam” oleh Ustadz Muhammad Halid Syar’ie, Lc. حفظه الله, di Sekolah Muamalah Shae Academy pada pekan ketiga, pertemuan ke-6.