Al-Adabul Asyarah, atau Adab yang sepuluh, mengajarkan tentang pentingnya adab dalam kehidupan sehari-hari. Adab Salam, izin, makan, komunikasi (berbicara), dan Adab tidur.
Mengapa sepuluh? Keputusan ini merupakan ijtihad dari beliau yang memperhatikan perhatian khusus terhadap adab-adab tersebut karena relevansinya yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Adab merupakan nilai yang dipuji oleh syariat dan masyarakat, yang membuat pelakunya disebut sebagai muaddab.
Tujuan adab adalah untuk mengorangkan orang. Oleh karena itu, menjadi orang yang beradab adalah tuntutan dari ajaran Islam yang mulia.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda, “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama”
(HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).
Sumber adab dapat ditemukan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan kesepakatan masyarakat yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama. Ini menjadikan adab bisa berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu lain.
Mengapa kita harus beradab? Karena Nabi Muhammad adalah teladan utama dari orang yang beradab, dan akhlaknya adalah Al-Qur’an. Dakwah yang dilakukan dengan adab lebih penting daripada sekadar pengetahuan yang luas. Hormatilah orang tua dan cintailah yang lebih muda, karena adab sangat penting dalam berdakwah dan berinteraksi dengan masyarakat.
1. ADAB SALAM
Saat bertemu dengan sesama Muslim, baik secara langsung maupun online, ucapkanlah salam dengan tulus dari hati, dan jika Anda yang diberi salam, hendaknya balaslah dengan penuh keikhlasan, “Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh“.
Namun, dalam implementasinya, seringkali kita menghadapi beberapa permasalahan. Salah satunya adalah bahwa kita tidak hanya dianjurkan untuk menyapa dengan kata “Assalamualaikum”, tetapi juga dianjurkan untuk menanyakan kabar dan mendoakan yang baik. Hal ini merupakan upaya untuk mempererat tali persaudaraan sesama Muslim, yang menjadi landasan iman kita. Oleh karena itu, sebarkanlah salam di tengah-tengah kita, baik dalam pertemuan langsung maupun tidak langsung.
Bahwa salam hanya ditujukan kepada sesama Muslim, bukan kepada non-Muslim. Lafal salam yang disarankan adalah “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh“.
Penulis juga menyebutkan bahwa yang paling sempurna adalah mengucapkan salam secara lengkap. Bahkan, setiap kali kita mengucapkan salam dengan lengkap, kita mendapatkan 30 kebaikan. Namun, jika hanya menjawab dengan singkat, ini tidak haram atau tidak berdosa.
Meskipun mengucapkan salam hukumnya sunnah, namun menjawabnya adalah wajib, baik secara individu maupun secara berjamaah. Jika seseorang yang mendengar salam namun tidak dimaksudkan untuknya, maka tidaklah wajib bagi mereka untuk menjawabnya.
2. ADAB IZIN
Meminta izin sebelum masuk ke ruangan seseorang, bukan setelah masuk. Berdirilah di samping kanan atau kiri pintu, izin yang disyariatkan untuk tempat yang tertutup seperti kantor, kamar, atau rumah.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Bisyr, ia berkata: “Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah orang, Beliau tidak berdiri di depan pintu, akan tetapi di samping kanan atau samping kiri, kemudian Beliau mengucapkan salam “assalamu ‘alaikum, assalamu ‘alaikum”, karena saat itu rumah-rumah belum dilengkapi dengan tirai”. [Hadist riwayat Abu Dawud].
Tujuan dari meminta izin sebelum memasuki ruangan seseorang adalah untuk menjaga privasi dan aurat dari pemilik rumah. Oleh karena itu, dianjurkan untuk berdiri di samping kanan atau kiri pintu.
Lafal izin adalah “Silakan masuk” atau kata-kata serupa. Jika izin tersebut diterima dengan baik, hendaklah kita bersyukur dengan mengucapkan “Alhamdulillah”. Namun, jika izin tersebut ditolak atau bahkan tidak dijawab, maka tetaplah bersikap lapang dada dan kembali pulang. Ini adalah wujud dari taat kepada perintah Allah sebagaimana yang tercantum dalam surat An-Nur ayat 28.
Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, janganlah masuk sebelum mendapat izin. Jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah,” (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. An-Nur: 28)
Jika tidak mendapatkan jawaban dari pemilik ruangan, maka pulanglah dengan kesadaran bahwa kita telah menjalankan adab dengan baik. Dengan demikian, ketika mendapat izin, bersyukurlah, dan jika ditolak, terimalah dengan lapang dada.
3. ADAB MAKAN
Sebelum memulai makan atau minum, mulailah dengan membaca “Bismillah”. Selanjutnya, makanlah dengan tangan kanan, dan ambillah makanan yang terdekat.
Terdapat beberapa permasalahan yang sering dihadapi. Salah satunya adalah mengenai pembacaan “Bismillah”. Meskipun disunnahkan untuk membacanya sekali di awal makan, namun boleh juga untuk membacanya lebih dari sekali, sesuai dengan keinginan. (Syaikh Bin Baz)
Selain itu, terdapat berbagai variasi dalam bacaan “Bismillah“, seperti “Bismillahirrahmanirrahim” atau “Bismillah ar-Rahman ar-Razaq“. Meskipun ada perbedaan pendapat di antara para ulama, yang paling utama adalah sesuai dengan hadits yang disampaikan oleh Ibnu Hajar dan Al Ushaimi.
Jika kita lupa membaca “Bismillah” di awal makan, namun ingat di tengah-tengah, maka kita bisa membaca “Bismillah fi awalihi wa akhiri“. Namun, jika kita lupa di akhir, maka tidak perlu membaca tasmiyah lagi.
Selain itu, wajib hukumnya untuk makan dengan tangan kanan. Jika terdapat banyak makanan, boleh mengambil yang jauh. Setelah selesai makan, dianjurkan untuk menjilati jari-jemari atau alat makan, tanpa mengeluarkan suara, sebagai bentuk syukur kepada Allah atas makanan yang diberikan.
Akhirnya, setelah selesai makan, jangan lupa untuk mengucapkan “Alhamdulillah” sebagai ungkapan syukur kepada Allah. Jika kita mengucapkan doa yang lebih lengkap, itu lebih sempurna. Dalam doa tersebut, kita mengungkapkan rasa syukur yang kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan-Nya.
Misalnya, kita mengucapkan, “Ya Allah, terima kasih atas makanan ini. Kami bersyukur karena adanya listrik yang membuat proses memasak menjadi mudah. Alhamdulillah, sayur ini ditanam oleh petani, dan kami dapat membelinya dengan mudah. Segala puji hanya bagi-Mu, ya Allah.”
Dengan banyak bersyukur kepada Allah dalam doa, kita berharap menjadi sebab untuk diampuni dosa-dosa kita. Oleh karena itu, mari kita selalu mengucapkan doa dengan penuh rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya yang tiada henti.
4. ADAB BERBICARA
Dalam berbicara, marilah kita mengucapkan perkataan-perkataan yang baik dengan suara yang tenang, tanpa teriak, dengan artikulasi dan intonasi yang baik. Janganlah kita sibuk dengan ponsel ketika ada orang lain yang berbicara, karena itu merupakan satu bentuk adab yang harus dijaga.
Namun, dalam prakteknya, seringkali kita dihadapkan dengan berbagai permasalahan. Salah satunya adalah mengenai kebaikan dalam pembicaraan. Kita diingatkan bahwa kebaikan adalah bahan pembicaraan kita, karena tidak ada yang senang mendengar kalimat-kalimat negatif. Namun, kebaikan ini dinilai berdasarkan syariat dan adat kebiasaan masyarakat.
Jika kita sulit untuk mengucapkan kata-kata yang baik, maka lebih baik untuk diam, sesuai dengan ajaran hadits.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selain itu, kita juga diingatkan untuk tidak teriak-teriak dalam berbicara, Jika ada situasi di mana kita perlu memanggil seseorang dengan lebih keras, maka tidak mengapa. Tapi, kalau bisa kita memungkinkan kita untuk mendatanginya maka itu lebih baik daripada teriak-teriak.
Pentingnya menggunakan intonasi dan artikulasi yang baik dan jelas juga ditekankan, agar ucapan kita dapat dipahami dengan baik oleh lawan bicara. Selain itu, kita perlu mendengar, memperhatikan, dan menyimak dengan baik setiap ekspresi dan bahasa tubuh lawan bicara kita.
Ketika ada orang yang sedang berbicara, maka mari kita menghadap kepadanya dan jangan memotong pembicaraannya. Kita diingatkan untuk memberikan keutamaan kepada orang yang lebih tua, lebih terhormat, memiliki jabatan yang tinggi, dan memiliki ilmu yang lebih tinggi. Ini merupakan salah satu bentuk adab, yang sesuai dengan ajaran hadits yang menyatakan bahwa yang lebih tua yang berbicara harus didahulukan.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Jibril memerintahkan aku untuk mengutamakan orang-orang tua” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra, 173. dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 4/74)
Juga dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha, ia berkata: “Pernah ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sedang bersiwak ada dua orang lelaki. Lalu diwahyukan kepada beliau untuk mendahulukan yang lebih tua, maksudnya mengambilkan siwak untuk orang yang lebih tua” (HR. Abu Daud 50, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud
Sumber hadits: https://muslimah.or.id/4088-hendaknya-tidak-mendahului-orang-yang-lebih-tua.html
5. ADAB TIDUR
Sebelum tidur, hendaklah kita menjalankan beberapa adab yang dianjurkan. Pertama, lakukanlah wudhu seperti biasanya. Kemudian, berbaringlah di sisi sebelah kanan, walaupun jika sebelah kiri juga diperbolehkan. Ini merupakan satu bentuk adab yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, yang pastinya memiliki manfaatnya tersendiri.
Setelah itu, bacalah ayat kursi dari Surah Al-Baqarah ayat 255, lalu gabungkan kedua telapak tanganmu. Selanjutnya, bacalah Surah Al-Ikhlas dan dua surat perlindungan (Al-Mu’awwidzatain) yaitu surah Al Falaq dan An Nas. Setelah itu, tiupkan dengan sedikit air mulut (bukan meludah), dan usapkan pada bagian tubuh yang dapat dijangkau. Lakukanlah langkah-langkah ini sebanyak tiga kali.
Demikian catatan yang membahas tentang adab dan akhlak dalam pertemuan pekan kelima bersama Ustadz Ratno Abu Muhammad Lc, M.Ag dengan merujuk pada kitab “Al-Adabul Asyarah” karya Syaikh Shalih bin Hamd Al-‘Ushaimi. Semoga Allah memberkahi keduanya.
Semoga ilmunya dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkannya, aamiin.