Shafura.com
  • Home
  • Belajar Islam
    • Adabul Mufrad
    • Adab wal Akhlak
    • Bahasa Arab
    • Fiqh Madzhab
    • Fiqh Muamalah
      • Mindset
    • Makna Dzikir & Doa
    • Haji & Umrah
  • Catatan Kajian
  • Inspirasi
    • Bisnis
    • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Minimalis
    • Travelling
  • Resep
    • Resep Umum
    • Resep Diet DEBM
  • Layanan
    • Jasa Pembuatan Website
    • Jasa Pemasaran Digital
    • Pakaian Syari Murah
  • Arsip
No Result
View All Result
Shafura.com
  • Home
  • Belajar Islam
    • Adabul Mufrad
    • Adab wal Akhlak
    • Bahasa Arab
    • Fiqh Madzhab
    • Fiqh Muamalah
      • Mindset
    • Makna Dzikir & Doa
    • Haji & Umrah
  • Catatan Kajian
  • Inspirasi
    • Bisnis
    • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Minimalis
    • Travelling
  • Resep
    • Resep Umum
    • Resep Diet DEBM
  • Layanan
    • Jasa Pembuatan Website
    • Jasa Pemasaran Digital
    • Pakaian Syari Murah
  • Arsip
No Result
View All Result
Shafura.com
No Result
View All Result

Hukum Bermadzhab, Taklid, dan Ijtihad

Ummu Farid by Ummu Farid
February 18, 2024
in Fiqh Madzhab
0
Hukum Bermadzhab, Taklid, dan Ijtihad
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

Dalam studi Fiqh, terdapat tiga konsep penting pemahaman hukum syariat Islam: ijtihad, taklid, dan bermadzhab. Memahami konsep-konsep ini adalah langkah pertama dalam memperdalam pengetahuan tentang hukum Islam.

1. Ijtihad: Upaya Pemahaman Hukum Syariat

Ijtihad merupakan usaha untuk memahami hukum syariat Islam melalui analisis terhadap dalil-dalil yang ada. Para ulama berusaha mengambil hukum dari sumber-sumber Islam, seperti Al-Quran dan hadis, untuk memecahkan berbagai permasalahan fiqhiyah. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua masalah termasuk dalam ranah ijtihad. Misalnya, masalah seperti kewajiban shalat zuhur atau apakah Al-Quran adalah firman Allah? masalah ini tidak termasuk dalam ranah ijtihad, melainkan merupakan bagian dari ushul (pasti).

2. Taklid: Mengikuti Pendapat Ulama

Taklid mengacu pada mengikuti pendapat seorang ulama tanpa memahami dalil-dalilnya. Ini menjadi penting bagi mereka yang belum mencapai tingkat ijtihad. Namun, taklid buta, di mana seseorang memegang pendapatnya sebagai satu-satunya yang benar tanpa memahami dalil-dalilnya, sangat dicela oleh para ulama.

Dalam konteks taklid, penting untuk memahami bahwa tindakan tersebut dilakukan ketika seseorang belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang dalil-dalil hukum. Taklid, karena kita belum memiliki kemampuan untuk melakukan ijtihad. Oleh karena itu, menyalahkan pendapat orang lain tidaklah tepat, terutama untuk seseorang yang masih dalam tahap taklid. Hal ini disebabkan karena mereka belum memahami secara mendalam dalil-dalil tersebut.

Saat seseorang melakukan taklid, tindakan tersebut dilakukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Tujuannya adalah untuk menjalankan agama dengan sebaik mungkin sesuai dengan pemahaman yang dimilikinya saat ini. Namun, perlu dihindari bentuk taklid yang buta, di mana seseorang menganggap pendapat gurunya sebagai satu-satunya yang benar. Ini bisa membawa dampak negatif, karena menolak segala pendapat selain dari guru atau mazhab tertentu.

Taklid buta, di mana seseorang memperlakukan pendapat gurunya seolah-olah seperti Al-Qur’an yang turun dari langit, atau seperti hadits rasul yang tidak boleh ditolak. sangat tidak dianjurkan oleh para ulama memiliki keyakinan yang kuat terhadap pendapat gurunya adalah suatu hal yang baik, namun ini tidak boleh dilakukan dengan meniadakan segala pendapat lainnya.

3. Bermadzhab: Kesetiaan pada Salah Satu Madzhab

Bermadzhab mengacu pada keterikatan seseorang pada satu mazhab fiqh tertentu dalam menentukan hukum-hukum agama. Ini membantu menjaga konsistensi dan keselarasan dalam pemahaman dan praktik agama.

Syarat-syarat Ijtihad

Seorang yang hendak melakukan ijtihad haruslah memahami ilmu tentang:

  1. Ushul Fikih: Ini diperlukan agar seseorang dapat memahami maksud dari dalil-dalil yang ada, serta mengerti bagaimana cara mengambil hukum dari dalil tersebut sesuai dengan kebutuhan syariat yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
  2. Nahwu dan Bahasa Arab: Keterampilan dalam bahasa Arab dan ilmu nahwu penting untuk mengambil hukum dari suatu dalil dengan benar. Karena Alquran diturunkan dalam bahasa Arab, pemahaman mendalam tentang bahasa ini memungkinkan seseorang untuk memahami subtansi ayat dengan lebih baik.
  3. Dalil-dalil Hukum Islam: Mengerti berbagai jenis dalil hukum, seperti yang sahih, dhaif, atau naskh, dll. Menjadi kritis terhadap penafsiran, tidak serta merta menetapkan sesuatu sebagai halal atau haram tanpa pemahaman yang matang, adalah tuntutan yang harus dipenuhi. Para ulama, saat menghadapi dalil, selalu mengedepankan kajian dan refleksi yang mendalam.
  4. Sebab Nuzul Ayat: Pemahaman tentang konteks dan sebab-sebab turunnya ayat-ayat Alquran memberikan wawasan tentang inti dari perintah-perintah Allah yang terkandung di dalamnya.
  5. Mengenal Pembahasan Ijma’ dan Khilaf: Mengetahui tentang kesepakatan (ijma’) dan perbedaan pendapat (khilaf) dalam masalah-masalah hukum Islam adalah bagian penting dari keilmuan. Ini memungkinkan seseorang untuk memahami kerangka berpikir yang ada di balik keputusan-keputusan hukum. Menguasai Malakah dalam Semua Aspek, Selain sekadar memiliki pengetahuan, seorang mujtahid harus memiliki keahlian yang mendalam dalam semua aspek ilmu yang diperlukan. Ini tidak hanya tentang memiliki informasi, tetapi juga tentang menguasai dan memahami materi tersebut secara menyeluruh hingga menjadi bagian integral dari dirinya.

Jadi, ijtihad bukanlah sekadar memahami teori-teori tertentu, tetapi sebuah penggabungan pengetahuan dan keterampilan yang menyatu dalam seorang mujtahid untuk memahami, menerapkan, dan mengembangkan hukum syariat sesuai dengan tuntunan Islam yang murni.

Jenis-jenis Mujtahid

  1. Mujtahid Mutlaq: Seorang mujtahid mutlaq adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukan ijtihad dalam semua bab fiqih. Mereka memiliki pengetahuan yang luas tentang hadits-hadits yang berkaitan dengan berbagai aspek fiqih, mulai dari masalah tharah (bersuci), shalat, zakat, puasa, haji, umrah, muamalah, dan sebagainya. Kemampuan mereka meliputi seluruh bidang fiqih, sehingga mereka dapat memberikan fatwa tentang berbagai masalah hukum agama.
  2. Mujtahid Juz’iy: Seorang mujtahid juz’iy adalah mereka yang mampu melakukan ijtihad dalam bidang fikih yang mereka kuasai. Mereka memiliki pemahaman yang mendalam dalam suatu bidang tertentu, misalnya ibadah, namun mungkin kurang dalam bidang muamalah (urusan dunia). Oleh karena itu, mereka hanya berwenang untuk berijtihad dalam masalah-masalah yang mereka kuasai secara mendalam. Contohnya, seorang mujtahid juz’iy mungkin hanya memberikan fatwa tentang masalah ibadah dan meninggalkan masalah muamalah kepada mujtahid yang memiliki keahlian lebih dalam dalam bidang tersebut.

Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah pernah ditanya:
Berapa hadits yang dibutuhkan seseorang agar dia bisa berfatwa, apakah cukup 100.000 hadits??
Imam Ahmad menjawab: tidak cukup.

Kemudian orang tersebut bertanya kembali: 200.000 hadits?
Imam Ahmad menjawab: tidak cukup.

Kemudian orang tersebut bertanya kembali: 300.000 hadits?
Imam Ahmad menjawab: tidak cukup.

Kemudian orang tersebut bertanya kembali: 400.000 hadits?
Imam Ahmad menjawab: tidak cukup.

Kemudian orang tersebut bertanya kembali: 500.000 hadits?
Imam Ahmad menjawab: Aku harap itu cukup.

(Kitab Al Jami’ li ‘ulum Al Imam Ahmad bin Hambal – Ushul Fikih juz 5, Hal 125)

Kewajiban Muqallid

Bagi mereka yang belum mencapai tingkat ijtihad, wajib untuk bertanya kepada ahli ilmu jika mereka tidak mengetahui suatu masalah. Mereka tidak diperbolehkan untuk mengatakan bahwa pendapat tertentu lebih tepat tanpa memahami secara mendalam dalil-dalilnya.

… Maka, bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui. (QS. Al Anbiya: 7)

Kita perlu memahami bahwa, saat masih dalam tahap taklid dengan pendapat ulama, tidaklah tepat bagi kita untuk menyatakan bahwa suatu pendapat lebih tepat atau benar dibandingkan yang lain. Kita tidak memiliki kapasitas untuk menilai secara objektif dalam konteks ilmu agama. Oleh karena itu, tidaklah benar jika kita mengatakan bahwa satu pendapat lebih kuat daripada yang lain.

Namun, sebagai seorang mukallaf yang masih berada dalam proses belajar dan berpegang pada taklid, kita dapat mengambil pandangan ulama yang memberikan ketenangan bagi hati.

Tamadzhub: Sikap Terhadap Mazhab

Dalam tamadzhub, terdapat beberapa prinsip yang perlu dipahami dengan baik:

  1. Ta’assub (taklid buta) tercela: Taklid buta, di mana seseorang memegang teguh pendapat gurunya dan menyalahkan pendapat ulama yang meskipun ulama lain pun memiliki dalil.
  2. Menerima mazhab yang empat, dan tidak mengajak untuk meninggalkan kitab-kitab mazhab.
  3. Jika seorang telah mencapai derajat ijtihad, lalu menyelisihi imamnya dalam sebuah masalah karena kuatnya pendapat mazhab lain, maka itu baik: Jika seseorang telah mencapai tingkat keahlian yang memungkinkannya untuk melakukan ijtihad, maka menyelisihi imamnya dalam suatu masalah karena memperhitungkan kekuatan argumen mazhab lain adalah tindakan yang baik. Ini menunjukkan kematangan intelektual dan keberanian untuk mengejar kebenaran.
  4. Menerima tamadzhub sebagai madrasah fikih: Mengakui bahwa perbedaan pendapat adalah bagian dari kekayaan intelektual umat Islam. Namun, hal ini tidak boleh menghambat semangat kita untuk terus belajar dan berkembang dalam pemahaman agama.

Hukum Tamadzhub

Dalam menetapkan hukum tamadzhub, terdapat beberapa pendapat:

  1. Wajib: Menurut Syaikh al-Amin Syinqithi, sejumlah ulama ushul fiqih sepakat bahwa mempraktikkan tamadzhub adalah suatu kewajiban dalam agama Islam.
  2. Mubah: Menurut Qadhi ‘Iyadh dan Ibnu Hubairah, umat Islam diperbolehkan untuk mengikuti dan mempelajari madzhab-madzhab yang berbeda.
  3. Haram: Menurut Ibnu Hazam, seseorang yang secara langsung mengambil semua pendapat dari Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, atau Ahmad, tanpa mempertimbangkan dalil-dalil yang jelas, telah melanggar kesepakatan umat Islam (ijma’). Bahwa bagi mereka yang sudah memahami dalil-dalil hukum dengan baik, melakukan taklid tidaklah diperbolehkan.

Pembelajaran Fiqh Madzab (Pengantar Fiqh) Pekan 6 oleh Ustadz Muhammad Ihsan, S.Ag., M.HI. حافظه الله

Referensi kitab:

  • “Sejarah dan Evolusi Fiqh” karya Dr. Bilal Philips.
  • “Al Madkhal ila ‘Ilmil Fiqhi – Fuqaha Littadrib wal Istisyarat”.
Tags: Dr. Bilal PhilipsFuqaha littadrib wal IstisyaratUstadz Muhammad Ihsan

RELATED POST

Sikap Bijak dalam Menyikapi Perbedaan Pendapat dalam Fiqh

Sikap Bijak dalam Menyikapi Perbedaan Pendapat dalam Fiqh

February 11, 2024
Memahami Mazhab Syafi’i & Hambali

Memahami Mazhab Syafi’i & Hambali

February 4, 2024
Memahami Fiqh Madzhab Hanafi & Maliki

Memahami Fiqh Madzhab Hanafi & Maliki

January 28, 2024
Sejarah Fiqh Madzhab: Dari Zaman Rasulullah Hingga Zaman Now

Sejarah Fiqh Madzhab: Dari Zaman Rasulullah Hingga Zaman Now

January 21, 2024
Next Post
Memahami Tata Cara Mengurus Jenazah

Memahami Tata Cara Mengurus Jenazah

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CARI ARTIKEL

No Result
View All Result

KATEGORI BLOG

  • Belajar Islam
    • Adab wal Akhlak
    • Adabul Mufrad
    • Bahasa Arab
    • Fiqh Ibadah
    • Fiqh Jenazah
    • Fiqh Madzhab
    • Fiqh Muamalah
      • Mindset
    • Haji & Umrah
    • Makna Dzikir & Doa
  • Catatan Kajian
  • Inspirasi
    • Bisnis
    • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Minimalis
    • Travelling
  • Resep
    • Resep Diet DEBM
    • Resep Umum
  • Terbaru

BLOG ARSIP

  • July 2025
  • May 2025
  • March 2025
  • February 2025
  • January 2025
  • December 2024
  • November 2024
  • October 2024
  • September 2024
  • August 2024
  • July 2024
  • June 2024
  • May 2024
  • April 2024
  • March 2024
  • February 2024
  • January 2024
  • December 2023
  • November 2023
  • October 2023
  • September 2023
  • August 2023
  • June 2023
  • May 2023
  • April 2023
  • March 2023
  • November 2022
  • October 2022
  • May 2021
  • April 2021
  • November 2020
  • September 2020
  • August 2020
  • July 2020
  • June 2020
  • March 2020
  • January 2020
  • October 2019
  • June 2019
  • March 2019
  • January 2019
  • December 2018
  • August 2018
  • July 2018
  • August 2017
  • July 2017

POST POPULER

  • Step-by-Step Menyiapkan Umrah Mandiri

    Step-by-Step Menyiapkan Umrah Mandiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Salah Urutan! Hindari Kesalahan Fatal Saat Booking Tiket Umrah Mandiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Checklist Perlengkapan Umrah yang Wajib Disiapkan Sebelum Berangkat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Safar Umrah 14 Hari, Biaya Hemat di Bawah 25 Juta!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memahami Konsep Rezeki dengan Benar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Shafura.com

Shafura.com adalah wadah untuk berbagai catatan kajian, pembelajaran hidup minimalis, tips bisnis, informasi kesehatan, dan pengalaman berharga yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Selengkapnya...

© 2024 Shafura.com. All Right Reserved | Web Dev by WebNesia

No Result
View All Result
  • Home
  • Belajar Islam
    • Adabul Mufrad
    • Adab wal Akhlak
    • Bahasa Arab
    • Fiqh Madzhab
    • Fiqh Muamalah
      • Mindset
    • Makna Dzikir & Doa
    • Haji & Umrah
  • Catatan Kajian
  • Inspirasi
    • Bisnis
    • Gaya Hidup
    • Kesehatan
    • Minimalis
    • Travelling
  • Resep
    • Resep Umum
    • Resep Diet DEBM
  • Layanan
    • Jasa Pembuatan Website
    • Jasa Pemasaran Digital
    • Pakaian Syari Murah
  • Arsip

© 2024 Shafura.com. All Right Reserved | Web Dev by WebNesia