Perkembangan Ilmu Fiqh dari Masa ke Masa
Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh
Ilmu fiqh mengalami perkembangan dari awal persyariatannya (zaman Nabi) hingga masa sekarang.
Perkembangan Ilmu Fiqh secara umum
Periode Tasyri’ Pensyariatan dari Rasulullah di utus 11 H (13 tahum sebelum Hijrah)
Dua periode dakwah
- Mekkah, Fokus utama Rasulullah adalah membahas perkara aqidah dengan sedikit pembahasan hukum fiqh, seperti larangan menyembelih selain atas nama Allah. Namun, seiring beratnya dakwah Nabi dan hijrah ke Madinah, terjadi pergeseran.
- Madinah, Pembahasan aqidah tetap dilanjutkan, tetapi juga muncul rincian hukum-hukum fiqh dan pembahasan akidah yang lebih mendalam. Inilah tempat di mana hukum amal yang berkaitan dengan agama dijelaskan secara rinci, termasuk tata cara shalat, puasa, zakat, umrah, haji, dan hukum-hukum muamalah. Setelah wafatnya Nabi, tidak ada lagi syariat baru karena agama Islam sudah disempurnakan oleh Allah setelah wafatnya Nabi.
Pada periode Tasyri’, terjadi beberapa karakteristik penting:
- Wahyu hukum khusus turun selama periode ini, memberikan petunjuk hukum dari Allah kepada Rasulullah.
- Perbedaan pendapat jarang terjadi, menunjukkan kesepakatan yang tinggi di antara para sahabat terkait hukum-hukum yang turun pada waktu itu.
- Syariat turun secara bertahap, baik secara umum maupun dalam kasus tertentu. Sebagai contoh, pengharaman miras diterapkan secara bertahap. Allah memerintahkan para sahabat untuk tidak melakukan shalat dalam keadaan mabuk, sehingga mereka menghindari minum khamr saat shalat zuhur, ashar, dan isya. Minum khamr setelah isya maupun subuh. Tujuannya awalnya adalah agar para sahabat mengurangi konsumsi khamr, baru setelah itu pengharaman tersebut ditegakkan secara mutlak. Namun pada zaman sekarang, penerapannya tidak bisa dilakukan seperti itu, karena syariat Islam sudah sempurna dan aturan-aturan tertentu telah ditetapkan.
- Nabi melatih sahabat untuk berijtihad karena tidak mungkin Nabi selalu hidup. Dalam keadaan tertentu, Nabi membiarkan para sahabat memiliki perbedaan pendapat, karena hal itu memungkinkan melihat pandangan mereka berdasarkan dalil-dalil dari Quran dan Hadits ketika ada permasalahan.
Pada periode sebelum mazhab fiqh (11 H- Kurleb 100 H)
Setelah wafatnya Nabi, terjadi terputusnya wahyu. Meskipun demikian, ilmu fiqh terus berkembang seiring dengan munculnya permasalahan baru. Al-Quran dan As-Sunnah menjadi panduan untuk menjawab segala permasalahan tersebut. Oleh karena itu, para ulama perlu melakukan ijtihad.
Fatwa-fatawa dari para sahabat tercatat ada 130 orang.
Seperti Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, ‘Aisyah, Zaid, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar. Jika dikumpulkan, fatwa-fatwa ini bisa membentuk kitab besar.
Di pertengahan, terdapat beberapa sahabat yang fatwanya bisa dikumpulkan dalam kitab kecil, seperti Abu Bakar, Utsman, Ummu Salamah, Anas, Abu Sa’id, Abu Hurairah, Abdullah bin ‘Amr, Ibnu Zubair, Abu Musa, Jabir, Mu’adz, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Salman.
Ada juga sahabat yang memiliki sedikit fatwa, seperti Abu Darda, Hasan, Husein, Ubay bin Ka’ab, Abu Ayyub, dan lainnya, yang jika dikumpulkan hanya beberapa lembar kertas saja.
Pada masa tersebut, tabi’in diajarkan untuk berijtihad di dalam madrasah para sahabat. Ibnul Qayyim. Ibnu Mas’ud, dengan murid-muridnya di Iraq, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar, dan Abdullah di Madinah, serta Ibnu Abbas di Mekkah, menjadi pilar utama dalam penyebaran ilmu fiqh.
Ibnu Mas’ud, sebagai salah satu guru terkemuka, memiliki andil besar dalam mengajarkan ilmu. Para ulama tabi’in juga berkumpul di berbagai kota, seperti Madinah, Mekkah, Bashrah, dan Kufah, dengan masing-masing kota memiliki fuqaha yang dihormati seperti Fuqoha Sab’ah di Madinah, ‘Atha, Thawus, Mujahid, ‘Ikrimah di Mekkah, Hasan Bashri, Ibnu Sirin, Abu Qilabah, Qatadah di Bashrah, dan Alqamah, Ibrahim, Masruq, ‘Abidah, Syuraih Al-Qadhi di Kufah.
Periode madzhab fiqh, yang berlangsung sekitar tahun 100 Hingga 1300 H, terdapat empat mahzab yang tetap terjaga hingga saat ini:
- Abu Hanifah (80-150 H): Muridnya Hammad. Abu Hanifah dikenal sebagai pendiri mazhab Hanafi. Dia mewarisi ilmu dari guru-gurunya dan mengembangkan metode ijtihad yang terkenal.
- Malik bin Anas (93-179 H): Muridnya Zuhri dan Nafi. Malik fokus belajar bersama ulama di Madinah. Mazhab Maliki yang dia bentuk menjadi salah satu mahzab yang tetap eksis hingga kini.
- Muhammad bin Idris Asy-Syafii (150-204 H): Muridnya Imam Malik (Madinah) & Sufyan bin Uyainah (Mekkah). Juga muridnya Muhammad bin Hasan (Iraq). Syafii mengumpulkan pengajaran dari berbagai madrasah dan mengintegrasikannya dalam mazhabnya yang dikenal sebagai mazhab Syafi’i. Ahmad bin Hanbal menjadi salah satu muridnya.
- Ahmad bin Hanbal (164-241 H): Ahmad bin Hanbal mewarisi ilmu dari para ulama terdahulu dan mengembangkan mazhab Hanbali. Mazhab ini tetap terpelihara dan diikuti oleh sejumlah umat Islam.
Keempat imam tersebut mewarisi ilmu dari Nabi.
Periode Kejumudan
Pada abad ke-4 (sekitar tahun 351 H), muncul fenomena kejumudan yang ditandai oleh munculnya taklid buta dan ta’asshub kepada imam-imam mazhab. Pada masa ini, terjadi keyakinan bahwa pintu ijtihad sudah tertutup, dan cukup dengan mengikuti fatwa mazhab tanpa melakukan ijtihad secara langsung.
Ijtihad memiliki syarat-syarat yang sangat ketat dan harus dipenuhi sepenuhnya. Fatwa dari ulama terdahulu sudah mencukupi, dan banyak orang dianggap tidak cukup kompeten untuk melakukan ijtihad sendiri, sehingga mereka lebih memilih untuk hanya bertaklid kepada fatwa mazhab.
Penting untuk dicatat bahwa taklid buta tidak sama dengan mengikuti suatu mahzab. Meskipun memiliki keyakinan terhadap suatu mazhab, tetapi taklid buta dianggap tidak diperbolehkan, karena manusia memiliki potensi untuk benar dan salah.
Periode sekarang, sejak kurang lebih tahun 1300 H sampai sekarang.
Peningkatan signifikan dalam percetakan buku fiqh dari berbagai mazhab. Menjadi pendorong utama dalam mempercepat proses pembelajaran fiqh.
Selain itu, munculnya perkumpulan fiqh Islam, seperti dewan fatwa, memberikan wadah untuk mendiskusikan dan memberikan pandangan hukum Islam. Sumber-sumber ilmu fiqh semakin mudah diakses melalui pengadaan ensiklopedi fiqh Islam dalam berbagai format, termasuk e-book dan media digital lainnya.
Perkembangan ini sejalan dengan meningkatnya jumlah permasalahan kontemporer dalam fiqh (Fiqh Nawazil). Peningkatan kompleksitas masyarakat modern menciptakan kebutuhan untuk mengeksplorasi dan memahami hukum Islam dalam konteks zaman sekarang. Hal ini juga tercermin dalam pendirian jurusan syariah di berbagai lembaga pendidikan.
Meskipun zaman telah berubah, mahzab yang tetap terjaga hingga sekarang tetap memiliki warisan ilmu dari Sahabat Rasulullah. Ilmu ini diwariskan dari Rasulullah kepada Sahabat, dan kemudian kepada generasi selanjutnya.
Sanad merupakan fondasi yang penting dalam agama. Tanpanya, risiko terhadap penyalahgunaan dan pemahaman yang salah terhadap ilmu agama akan meningkat, karena setiap orang dapat mengeluarkan pendapatnya tanpa dasar yang kuat.
Demikianlah catatan pembelajaran Fiqh Madzab yang disampaikan oleh Ustadz Muhammad Ihsan, dengan referensi dari kitab “Sejarah dan Evolusi Fiqh” karya Dr. Bilal Philips dan “Al Madkhal ila ‘Ilmil Fiqhi yang berjudul Fuqaha littadrib wal Istisyarat.” Semoga setiap pelajaran yang disampaikan dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua. Aamiin. Barakallahu fiikum